Adilkah 2 : 1
Banyak masyarakat yang menanyakan perihal keadilan hukum islam ketika ia membedakan jatah waris
dua orang anak dari ayah dan ibu yang sama hanya karena perbedaan jenis
kelamin mereka. Sederhana kelihatannya…bukankah jenis kelamin yang
dimiliki oleh seseorang tidak terjadi berdasarkan keinginan
masing-masing..? itu semua adalah wewenang Allah swt kepada setiap
hambanya. Lalu, dimanakah keadilan yang dijunjung tinggi oleh islam itu
sendiri..?
Untuk memahami keadilan islam dalam pembagian waris,ada beberapa hal yang juga harus kita ketahui dalam hukum islam:
1.
Hukum islam bersifat integral yaitu saling berhubungan erat antara satu
dengan lainnya. Ia tidak bisa diterapkan dalam satu hal sementara
mandeg dalam hal lain.
2. Keadilan berarti proporsionalitas dan
keseimbangan antara dua sisi. Keadilan dan keseimbangan tidak selalu
diinterpretasikan jumlah angka yang sama seperti 2 dengan 2.
3.
Keadilan secara syariat dan logika sehat akan selalu dihasilkan setelah
menimbang antara hak dan kewajiban,antara keuntungan dan kerugian, antar
pengeluaran dan pemasukan.
4. Syariat islam telah menetapkan hak dan kewajiban setiap manusia antara pria dan wanita secara proporsional. (QS:2/223)
5.
Wanita secara fisik pada umumnya lebih lemah dan rapuh dari pada fisik
lelaki secara umum. Maka tugas dan kewajiban wanita dalam syariat islam
disesuaikan dengan kondisi fisik yang diciptakan oleh Allah swt. Dalam
amal sosial kemasyarakatan dan peribadatan tidak dibedakan tugas
laki-laki dan wanita. Namun dalam financial.., kita menemukan islam
membedakan tugas pria dan wanita.
6. Syariat islam telah
membebankan nafkah untuk anak, istri berapapun jumlahnya dan orang tua
tidak mampu dipundak seorang laki-laki.
7. Syariat islam tidak
membebankan (mewajibkan) financial apapun kepada seorang wanita apapun
posisi yang sedang dijalaninya. Jika wanita sebagai anak maka
finansialnya ditanggung oleh ayahnya, jika ia menikah maka kebutuhan
finansialnya ditanggung oleh suami yang menikahinya, jika suami telah
meninggal atau bercerai maka finansialnya ditanggung oleh putra
laki-lakinya atau saudaranya baik sekandung atau tiri.
8. Jika
seorang wanita itu bekerja dan menghasilkan harta maka penghasilan itu
adalah murni untuk dirinya sendiri dan tidak akan diganggu oleh nafkah
apapun.
9. Jika seorang ibu memberi uang jajan dan makanan kepada
anak-anaknya..hal itu adalah sedekah sukarela yang tidak pernah
diwajibkan.
10. Jika seorang wanita/istri memberi harta kepada suami maka hal itu juga sedekah sukarela yang tidak pernah diwajibkan.
11.
Lihatlah…betapa besar tanggung jawab finansial seorang laki-laki yang
dibebankan oleh islam. Lalu lihatlah …betapa seorang wanita sama sekali
tidak memiliki tanggung jawab finansial kecuali untuk menghidupi dirinya
sendiri.
12. Jika demikian adanya hak dan kewajiban finansial
antara pria dan wanita dalam syariat islam maka sangat wajar dan logis
serta proporsional pemberian hak yang lebih besar dari wanita kepada
laki-laki akibat tanggung jawabnya yang besar itu.
2. Kasus Membagi Waris Berdasarkan Kesepakatan
Banyak
orang yang memiliki persepsi bahwa harta waris boleh dibagi sama rata
asalkan telah disepakati oleh seluruh anggota keluarga. Persepsi itu
didasari oleh pemahaman bahwa harta waris yang ditinggalkan oleh si
mayit langsung menjadi milik bersama ahli waris yang ditinggalkan.
Sehingga mereka berhak mengatur harta tersebut sesuai dengan kesepakatan
keluarga.
Kelihatannya persepsi diatas adalah benar, namun jika
kita ingin menimbangnya dengan ayat al-quran surat Annisa : 11-12 maka
kita akan temukan bahwa persepsi itu adalah kekeliruan yang besar.
يُوصِيكُمُ
اللَّهُ فِي أَوْلادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ فَإِنْ
كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ وَإِنْ
كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ
مِنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِنْ كَانَ لَهُ وَلَدٌ فَإِنْ لَمْ
يَكُنْ لَهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ الثُّلُثُ فَإِنْ
كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ السُّدُسُ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي
بِهَا أَوْ دَيْنٍ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ لا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ
أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعاً فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ
عَلِيماً حَكِيماً) (النساء:11) وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ
إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُنَّ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ
الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ
دَيْنٍ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكُمْ
وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ
مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَإِنْ كَانَ رَجُلٌ
يُورَثُ كَلالَةً أَوِ امْرَأَةٌ وَلَهُ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ
وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ فَإِنْ كَانُوا أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ فَهُمْ
شُرَكَاءُ فِي الثُّلُثِ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَى بِهَا أَوْ دَيْنٍ
غَيْرَ مُضَارٍّ وَصِيَّةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ)
(النساء:12)
Penjelasan ayat ini :
a. Ayat ini diawali
dengan kalimat “yuushii” artinya Yuujib yaitu “telah diwajibkan”. Allah
telah mewajibkan kepada kalian dalam bagian waris putra/i kalian bahwa
anak laki-laki memiliki bagian dua kali lipat bagian anak perempuan.
b.
Di penghujung ayat ini ditegaskan kembali kewajiban tersebut dengan
kalimat “faridhotan minallah”. Artinya bahwa bagian itu wajib diberikan
sesuai dengan ketentuan yang telah dijelaskan diatas.
c. Ke-dua
ayat tersebut ditutup dengan menyebutkan nam Allah yaitu “’alim dan
hakiim” artinya Allah yang maha mengetahui segalanya dan maha bijaksana
dalam pembagianNya. Maka jika ada seseorang yang tidak mengikuti
pembagian waris seperti yang di rincikan oleh al-quran maka orang itu
seakan-akan merasa dirinya lebih pandai dan lebih tahu serta merasa
lebih adil dan bijaksana dari pada Alah swt…na’uzubillah min zalik.
Bukti
lain yang dapat kita kemukakan adalah bahwa seseorang yang merelakan
pembagian waris sama rata (1:1) biasanya karena belum mengetahui berapa
bagian dari harta waris yang akan ia terima secara konkrit…hal itu dapat
berubah jika ia telah mengetahui secara konrit bagiannya yang asli dan
besaran nominal yang terkurangi jika dibagi secara merata. Kondisi itu
berpotensi menimbulkan konflik internal horizontal.
Namun
demikian.. jika seseorang betul-betul mencintai saudarinya dan merasa
kasihan terhadapnya, ia dapat membagi saudarinya itu setelah dirinya
benar-benar memiliki harta waris yang diterimanya. Pada saat itulah
kerelaan seseorang dalam berbagi kepada saudarinya dapat dipertanggung
jawabkan dan tidak akan menimbulkan konflik dikemudian hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar