Arham adalah bentuk jamak dari kata rahmun/rahim, dalam bahasa arab
berarti 'tempat pembentukan/menyimpan janin dalam perut ibu'.Kemudian
dikembangkan menjadi 'kerabat', baik datangnya dari pihak ayah ataupun
dari pihak ibu. Pengertian ini tentu saja disandarkan karena adanya
rahim yang menyatukan asal mereka. Dengan demikian, lafazh rahim
tersebut umum digunakan dengan makna kerabat, baik dalam bahasa Arab
ataupun dalam istilah syariat Islam.
secara termoinologi dzawilarham adalah setiap kerabat pewaris yang tidak termasuk ashhabul furudh dan ashabah, misalnya : bibi (saudara perempuan ayah atau ibu), paman dari pihak ibu (saudara laki-laki ibu), keponakan laki-laki dari saudara perempuan, cucu laki-laki dari anak perempuan, dan sebagainya.
secara termoinologi dzawilarham adalah setiap kerabat pewaris yang tidak termasuk ashhabul furudh dan ashabah, misalnya : bibi (saudara perempuan ayah atau ibu), paman dari pihak ibu (saudara laki-laki ibu), keponakan laki-laki dari saudara perempuan, cucu laki-laki dari anak perempuan, dan sebagainya.
1. Pendapat Imam tentang dzawil arhan
1.Golongan pertama (Zaid bin Tsabit r.a., Ibnu Abbas r.a., Imam Malik dan Imam Syafi'i). Berpendapat ; dzawil arham tidak berhak mendapat waris. dan harta warisan dilimpahkan kepada baitulmal untuk kemaslahatan umum.
2.Golongan kedua (jumhur ulama, di antaranya Umar bin Khathab, Ibnu Mas'ud, dan Ali bin Abi Thalib. Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hambal). berpendapat ; dzawil arham berhak mendapat waris, dan lebih berhak dibandingkan baitulmal,
2. Landasan Dalil Golongan Pertama
a)tidak ada satu pun nash yang kuat. menyatakan wajibnya dzawil arham untuk mendapat waris.
b)hadits yang diriwayatkan Said bin Manshur ; bahwa Rasulullah saw. ketika ditanya tentang hak waris bibi, baik dari garis ayah maupun dari ibu, beliau saw. menjawab, "Sesungguhnya Jibril telah memberitahukan kepadaku bahwa dari keduanya tidak ada hak menerima waris sedikit pun.”
c)Dalam kaidah ushul fiqih ; bahwa kemaslahatan umum harus lebih diutamakan daripada kemaslahatan pribadi.
Landasan Dalil Golongan kedua
*ayat 75 surat al-Anfal, "Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam Kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”.
*Dan ayat 7 surat an-Nisa’, "Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dan harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.”. ayat ini menghapus kebiasaan pada awal Islam, pada masa itu kaum muslimin saling mewarisi disebabkan menolong dan hijrah.
*al-Hadits ketika Tsabit bin ad-Dahjah meninggal dunia, maka Rasulullah saw. bertanya kepada Qais bin Ashim, "Apakah engkau mengetahui nasab orang ini?" Qais menjawab, "Yang kami ketahui orang itu dikenal sebagai asing nasabnya, dan kami tidak mengetahui kerabatnya, kecuali hanya anak laki-laki dari saudara perempuannya, yaitu Abu Lubabah bin Abdul Mundir." Kemudian Rasul memberikan harta warisan Tsabit kepada Abu Lubabah bin Abdul Mundzir.
*diriwayatkan dari Umar bin Khathab r.a. bahwa suatu ketika Abu Ubaidah bin Jarrah mengajukan persoalan kepada Umar. bahwa Sahal bin Hunaif telah meninggal karena terkena anak panah yang dilepaskan seseorang. Dan ia tidak mempunyai kerabat kecuali hanya paman dari pihak ibu,. Umar menanggapi masalah itu dan memerintahkan kepada Abu Ubaidah untuk memberikan harta peninggalan Sahal kepada pamannya. Karena sesungguhnya aku telah mendengar bahwa Rasulullah saw. bersabda, "(Saudara laki-laki ibu) adalah ahli waris bagi mayit yang tidak mempunyai keturunan atau kerabat yang berhak untuk menerimanya. Dia juga yang membayarkan diyatnya dan mewarisnya." (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah).
3. secara logika
kerabat jauh lebih berhak daripada baitulmal. Alasannya,
#ikatan antara baitulmal dan pewaris hanya dari satu arah, yaitu ikatan Islam, karena pewaris seorang muslim.
#seseorang yang memiliki hubungan kekerabatan dengan pewaris, mempunyai dua ikatan: ikatan Islam dan ikatan rahim.
membandingkan kedua pendapat
pendapat jumhur ulama (kelompok kedua) lebih kuat dan akurat, karena memang merupakan pendapat mayoritas sahabat, tabi'in, dan imam mujtahidin.
Di samping dalil yang mereka kemukakan lebih kuat dan akurat, juga tampak lebih adil apalagi jika dihubungkan dengan kondisi kehidupan dewasa ini, yang mana sudah cukup sulit menemukan baitulmal yang benar-benar dikelola oleh jamaah, yang amanah, yang terjamin pengelolaannya, yang adil dalam memberi kepada setiap yang berhak, dan tepat guna dalam menyalurkan harta baitulmal.
4. Cara Pembagian Waris untuk Dzawil Arham
Ahlur-Rahmi ; semua kerabat berhak mendapat waris secara rata.
Mazhab ini tidak masyhur, bahkan dhaif dan tertolak. Karenanya tidak ada satu pun dari ulama atau para imam mujtahid vang mengakuinya apalagi mengikuti pendapat ini dengan alasan telah sangat nyata bertentangan dengan kaidah syar'iyah yang masyhur dalam disiplin ilmu mawarits.
Ahlut-Tanzil ; mendudukkan keturunan ahli waris pada kedudukan pokok (induk) ahli waris asalnya Inilah pendapat mazhab Imam Ahmad bin Hambal, juga merupakan pendapat para ulama muta’akhir dari kalangan Maliki dan Syafi'i.
Ahlul Qarabah ; hak waris para dzawil arham ditentukan dengan melihat derajat kekerabatan mereka kepada pewaris. Mazhab ini merupakan pendapat Ali bin Abi Thalib r.a. dan diikuti oleh para ulama mazhab Hanafi.mazhab ini telah mengelompokkan dzawil arham menjadi empat golongan, kemudian menjadikan masing-masing golongan mempunyai cabang dan keadaannya. Keempat golongan tersebut adalah :
A. Keturunan mayit Orang tua mayit
B. bernisbat kepada kedua orang tua
C. mayitbernisbat kepada kakek & nenek mayi
Kewarisan dzawil arham ini, rinciannya dianalogikan kepada jihat ashabah,
yaitu:
Mereka yang pertama kali memperoleh bagian adalah anak turunan (jihat bunuwah). Jika jihat ini tidak ada maka digantikan oleh orang tua si mati terus ke atas (jihat ubuwah). Bila tidak ada maka digantikan oleh jihat ukhuwah. Bila juga tidak ada barulah keturuna bibi dari ayah dan paman dari ibu (jihat umumah dan jhat khalah). Dan bila tidak ada maka baru kemudian anak-anak mereka dan orang-orang yang statusnya menggantikan mereka, seperti anak perempuan dari paman sekandung/seayah.
Mereka yang pertama kali memperoleh bagian adalah anak turunan (jihat bunuwah). Jika jihat ini tidak ada maka digantikan oleh orang tua si mati terus ke atas (jihat ubuwah). Bila tidak ada maka digantikan oleh jihat ukhuwah. Bila juga tidak ada barulah keturuna bibi dari ayah dan paman dari ibu (jihat umumah dan jhat khalah). Dan bila tidak ada maka baru kemudian anak-anak mereka dan orang-orang yang statusnya menggantikan mereka, seperti anak perempuan dari paman sekandung/seayah.
Beberapa syarat kewarisan dzawil arham :
- Harus tidak ada ashabul furud. Karena jika ada ashabul furud, maka ia mengambil bagiannya sebagai ashabul furud dan sisanya diambil dengan jalan rad.
- Harus tidak ada orang yang mendapatkan bagian ashabah. Tetapi, bila ahli warisnya itu hanya salah seorang suami atau isteri, maka salah satu dari keduanya mengambil bagiannya sebagai ashabul furud. Sedangkan sisanya diserahkan kepada dzawil arham, karena rad kepada salah seorang suami/isteri dilaksanakan setelah kewarisan dzawil arham.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar